Para Capres 2024 Didorong Kedepankan Narasi Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Imron Cotan. (foto: net/rmol.id)
JAKARTA -– Para kandidat calon presiden (capres) diminta menonjolkan narasi persatuan agar bangsa ini secara kolektif bisa menghadapi berbagai tantangan. Pembicaraan tentang persatuan juga krusial untuk terus digaungkan demi tercapainya tujuan Indonesia Emas 2045.
"Tantangan terbesar dari para capres terpilih nanti adalah mengedepankan persatuan dan kesatuan," ujar pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Imron Cotan dalam webinar nasional Moya Institute bertema “Membaca Prospek Kemenangan Tiga Capres Populer”, Jumat (23/6/2023).
Menurut Prof Cotan, yang perlu dipertanyakan adalah siapa di antara para capres yang benar-benar dilahirkan, siap, serta berkemampuan memupuk rasa nasionalisme bangsa dan menghimpun segenap elemen dan kekuatan bangsa sehingga mampu menggiring Indonesia keluar sebagai pemenang dari masa "twilight zone" saat ini. “Agar dapat mengokohkan upaya dan langkah kita bersama menuju Indonesia Emas 2045 yang akan datang.”
Prof Cotan menguraikan, dunia sedang melalui dan berada pada periode "twilight zone", ditandai dengan serangan pandemi Covid-19, perang proxy di palagan Eropa, yang melibatkan negara-negara berkemampuan senjata pemusnah massal (nuklir, biologi, dan kimia), serta meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik. Sementara, lanjut dia, di front dalam negeri, pada saat Indonesia mulai bangkit dari serangan pandemi Covid-19, siklus demokrasi lima tahunan segera akan berlangsung serentak pada bulan Februari 2024 yang akan datang, disusul pula oleh pilkada serentak pada tahun yang sama.
“Kedua agenda demokrasi tersebut merupakan tugas konstitusi untuk mengawal Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 (demokratis, maju, dan sejahtera). Untuk itu, seluruh elemen bangsa dituntut untuk menjaga persatuan dan kesatuan, terlepas dari siapa yang akan muncul menjadi pemimpin nasional dan lokal, sebagai hasil dari kontestasi politik 2024 yang akan datang,” jelas Prof Cotan.
Politikus Reformasi, Fahri Hamzah mengatakan, narasi persatuan perlu dimunculkan dalam perhelatan Pilpres 2024 agar bangsa ini mampu menghadapi berbagai hal yang melemahkan upaya mencapai tujuan. Persatuan amat penting ditonjolkan dari sisi birokrasi maupun kepemimpinan.
“Saya kira keinginan Presiden Jokowi menciptakan Indonesia Emas 2045 itulah narasi persatuan dan tonggaknya banyak. Di situ Jokowi telah mewarisi narasi persatuan bahwa siapa pun presidennya, jaga Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas 2045 dapat menjaga kolektivisme bangsa,” ujar Fahri yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, ketiga capres yang kerap muncul namanya saat ini sama-sama mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat dan baik. Hanya saja, Aidul mengemukakan, masing-masing capres punya perbedaan kapasitas dalam menghadapi tantangan yang muncul di masa depan.
Saat ini ada tiga kandidat capres teratas, yaitu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, serta mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Ganjar Pranowo punya kemampuan menghadapi tantangan internal atau domestik, sebab gaya kepemimpinannya yang tidak terlalu ‘tinggi, merakyat’. Jika tantangannya itu bersifat global maka Prabowo dan Anies Baswedan punya keunggulan komparatif,” ujar Aidul.
Aidul menyebut, situasi Pilpres 2024 tidak akan jauh berbeda bila dianalisa dan diperbandingan dengan sejarah Pemilu 1955 dan 2019. Setiap ideologi punya basis pemilih masing-masing, di mana poros nasionalisme selalu berada di depan.
“Sementara Prabowo dan Anies punya irisan yang sama yakni kalangan santri, meskipun yang paling santri sebenarnya Anies Baswedan. Sedangkan Ganjar Pranowo dari kelompok nasionalis,” ucap Aidul.
Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas menyampaikan, tiga nama capres yang populer beredar sekarang merefleksikan bahwa pemilu Indonesia memang merepresentasikan aspirasi publik.
“Memang banyak kritik terhadap model politik kuantitatif. Hanya dari hasil survei, ketiga nama capres inilah ditemukan popularitasnya paling tinggi di tengah masyarakat,” cetus Sirojudin.
Hal yang sama terjadi juga di Amerika Serikat (AS). Sirojudin memprediksi, pergeseran kekuatan politik dari ketiga capres berpotensi masih besar terjadi delapan bulan ke depan. Apalagi dengan langkah Presiden Jokowi belum lama ini, tambah Sirojudin, dengan cawe-cawenya yang dinarasikan menjadi kekuatan perantara terciptanya kesepakatan antara partai politik dan capres demi kepentingan bangsa. "Sampai saat ini Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto berada di depan."
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menambahkan, masyarakat hanya berharap siapa pun yang terpilih dari tiga capres populer kini adalah putra terbaik bangsa yang diharapkan memberikan kontribusi besar untuk kemajuan Indonesia. “Apapun afiliasi politik masyarakat nanti dalam pemilu, maka penting dipandang bahwa persatuan dan kesatuan adalah hal utama,” kata dia menegaskan.
(dpy)
Post a Comment