Soal Transaksi Janggal Rp 349 Triliun, Mahfud MD Bantah Perbedaan Data dengan Menkeu Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) dan Menkopolhukam Mahfud MD. (foto: setkab.go.id)

JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) sekaligus selaku Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Mahfud MD menampik isu perbedaan data dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soal temuan dugaan TPPU Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia menjamin kesamaan data yang digunakannya dan Sri Mulyani.

Kabar perbedaan data awalnya mencuat usai Mahfud dan Sri Mulyani menghadiri rapat di DPR RI pada waktu yang berbeda.

"Tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan Menkopolhukam di Komisi III DPR RI tanggal 29 Maret dengan yang disampaikan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023 karena sumber data yang disampaikan sama, yaitu data agregat. Itu uang keluar masuk bukan seluruhnya. Yaitu data agregat LHA PPATK 2009-2023," kata Mahfud dalam konferensi pers di kantor PPATK, Senin (10/4/2023).

Mahfud menyatakan, data tersebut seolah berbeda karena cara klasifikasi dan penyajiannya saja. Kemenkopolhukam mencantumkan seluruh laporan hasil analisa (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang melibatkan pegawai Kemenkeu, baik yang dikirim ke Kemenkopolhukam atau dikirim ke Aparat Penegak Hukum (APH). Sedangkan Kemenkeu hanya mencantumkan LHA dan LHP yang diterima saja. "Kemenkeu tidak cantumkan LHA, LHP yang dikirimkan ke APH terkait dengan Kemenkeu. Itu saja bedanya."

Mahfud menjelaskan Kemenkeu sudah menyelesaikan sebagian besar LHA dan LHP terkait tindakan administrasi terhadap pegawai yang terbukti terlibat skandal Rp 349 triliun sesuai UU Nomor 5/2014 tentang ASN Junco PP nomor 94/2021 tentang Disiplin PNS. Selanjutnya, Kemenkeu terus menindaklanjuti dugaan terjadinya tindak pidana asal (TPA) dan TPPU sesuai ketentuan UU Nomor 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. "Nanti Kemenkeu kerja sama dengan PPATK dan APH untuk menentukan langkah selanjutnya."

Sebelumnya, Mahfud MD mengakui adanya kekeliruan dari penjelasan Sri Mulyani. Kekeliruannya tersebut terjadi karena tak diberikannya laporan dugaan TPPU dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2017.

"Laporan itu diberikan tahun 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Dirjen Bea Cukai, Irjen Kementerian Keuangan, dan dua orang lainnya," ujar Mahfud dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Pada 2017, PPATK sengaja tak memberikan laporannya memakai surat karena sensitifnya data tersebut. Namun, laporan dugaan TPPU itu tak sampai ke tangan Sri Mulyani.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.