Memaknai Keberkahan Ramadan (9)
Imam Shamsi Ali. (foto: muhammadiyah.or.id)
Oleh Imam Shamsi Ali *)
“Sayangi siapa yang di bumi niscaya Yang di Langit akan menyayangimu” (hadits).
Rahmah atau kasih sayang adalah intisari dari ajaran Islam sekaligus karakter agama ini pada segala lininya. Dan karenanya kasih sayang diwajibkan atas segala sesuatu. Bahkan sedemikian pentingnya, Allah juga mewajibkan kasih sayang ini atas diri-Nya. Seolah menyayangi itu diwajibkan oleh Allah atas diri-Nya.
Jika kita merujuk pada sifat-sifat dan Asma Allah akan didapati bahwa karakter atau sifat kasih sayang-Nya begitu sangat dominan. Kata rahmah dalam ragam bentuknya adalah kata yang paling sering terulang dalam Al-Quran.
Sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atau “ar-Rahman ar-Rahim” terulang di setiap awal surat Al-Quran kecuali di Surah At-Taubah. Artinya pada awal setiap surat Al-Quran saja sifat ini sudah terulang 113 kali.
Kasih sayang Allah memang melebihi atau di atas segalanya. Bahkan disebutkan “dan kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu” (wa rahmati wasi’at kulla syae’). Sebuah pernyataan yang menggaransi kasih sayang Allah kepada semua makhluk-Nya.
Hubungan antarorang beriman juga disebut hubungan kasih sayang “silaturrahim”. Yaitu relasi batin yang masing-masing dilandasi oleh rasa kasih sayang itu. Allah menegaskan: “Muhammad Rasulullah dan orang-orang bersamanya, mereka tegas kepada kekufuran dan saling kasih sayang di antara mereka” (Al-Quran).
Pada semua ciptaan Allah, termasuk alam hewani, rahmah menjadi elemen terpenting dalam dirinya. Dengan kasih sayanglah seekor harimau menyayangi anaknya. Dengan rahmahlah seekor kucing akan memprotekasi bayi yang baru dilahirkannya. Bahkan semut-semut dalam hutan belantara dan ikan-ikan dalam lautan samudera luas berjuang mencari makan bagi anak-anaknya karena rahmah yang Allah hadirkan padanya.
Kasih sayang itu bukan sekeaar cinta. Cinta dikenal dengan “mawaddah” atau “hubbun” dalam bahasa Al-Quran. Cinta hanyalah sekadar kecenderungan hati dan karena ada alasan. Walaupun Allah juga punya sifat mencintai (Al-Wadud). Tapi lebih jauh Allah memang memiliki sifat kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya. Maka cinta dan kasih sayang atau “Mawaddah wa Rahmah” adalah dua yang sama tapi beda. Rahmah adalah ekspresi cinta yang tidak lagi didasari oleh sesuatu apapun. Tapi satu kesatuan dalam eksistensi Allah SWT.
Itulah alasannya kenapa Rasulullah SAW lebih dikenal dengan “rahmah” seperti dalam Al-Quran, “Dan tidaklah Kami mengurusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmah bagi alam semesta”. Kasih beliau bukan lagi karena dorongan sesuatu atau karena alasan apapun. Kasih sayang itu memang menjadi bagian integral dari hidup beliau.
Saya tidak bermaksud membahas tentang rahmah di catatan kali ini. Saya hanya ingin secara singkat membahas tentang relasi antara puasa dan kasih sayang. Bulan yang memang juga dikenal sebagai bulan kasih sayang (syahrur rohmah).
Dengan mengesampingkan sementara makan, minum, dan kesenangan duniawi, dominasi tendensi egoistik manusia akan berkurang. Sehingga kecenderungan rasa batin semakin tajam. Rasa batin inilah yang tumbuh menjadi sifat kasih sayangnya.
Ketika berpuasa, kita merasakan lapar dan dahaga, yang pastinya melahirkan rasa simpati dan empati kepada mereka yang memang tidak berpunya. Jutaan manusia yang tidak bisa memenuhi bahkan kebutuhan pokok; makan, minum, dan tempat tinggal.
Di sinilah nilai keberkahan puasa hadir. Membangun rasa kasih sayang dan solidaritas kepada mereka yang tidak berpunya (the have nots). Rasa inilah yang akan mendorong terlahirnya motivasi kebaikan (ihsan) dan karakter dermawan (generosity) kepada sesama. Dua keberkahan yang akan kita bahas pada catatan selanjutnya. Insya Allah!
Manhattan City, Amerika Serikat, 5 April 2023
*) Presiden Nusantara Foundation
Post a Comment