Memaknai Keberkahan Ramadan (16)
Imam Shamsi Ali. (foto: muhammadiyah.or.id)
Oleh Imam Shamsi Ali *)
Berkali-kali telah kita sampaikan bahwa hidup ini equivalent (semakna) dengan tantangan. Setiap manusia yang hidup pastinya akan menghadapi tantangan. Dan karenanya berani hidup juga berarti siap tertantang.
Nilai dari sebuah kehidupan bukan pada bentuk dan warnanya. Tapi bagaimana respons dalam menghadapi ragam bentuk dan warna yang terjadi dalam hidup.
Ketika hidup itu manis dan nyaman lalu dihadapi dengan kesyukuran, maka hidup itu bernilai. Tapi ketika kenyamanan itu dihadapi dengan lupa diri dan arogansi, maka kehidupan itu tidak bernilai, bahkan menghinakan.
Sebaliknya ketika kehidupan itu terasa pahit dan sempit, tapi dihadapi dengan tegar dan lapang dada (kesabaran), maka hidup itu menjadi bernilai tinggi (highly valuable). Tapi jika direspons dengan rasa dongkol dan amarah, bahkan keputusasaan, maka hidup itu membawa penderitaan yang berlapis (murakkab).
Di situlah salah satu makna dari firman Allah: “Dialah Allah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapa di antara kalian yang terbaik dalam amal” (Al-Mulk:ً 2).
Kata “ahsanu ‘amala” atau amalan yang terbaik salah satunya dimaknai sebagai respons yang sesuai terhadap setiap situasi kehidupan. Merespons secara baik, bijak, dan sesuai (dengan ajaran-Nya) adalah bentuk karya yang mulia setiap manusia.
Di sinilah sesungguhnya Ramadan hadir membawa keberkahan pada aspek ini. Ramadan mengajarkan bahwa kehidupan dunia ini bukan ada dalam genggaman (milik dan otoritas) kita. Justru kehidupan secara menyeluruh itu adalah dalam kendali tunggal. Kendali Sang Pencipta Langit dan Bumi.
Makanan, minuman, dan kesenangan dunia secara mutlak ada dalam genggaman Sang Pemilik Langit dan Bumi. Dan karenanya kita diperintahkan pengakuan akan Dia Pemilik Mutlak dan Sejati. Dan karenanya puasa mengajarkan dua sayap utama kehidupan. Sayap syukur dan sayap sabar. Dengan dua sayap inilah seorang Mukmin bersiap penuh menghadapi segala warna warni kehidupan. Dengan syukur dan sabar seorang Mukmin sepenuhnya siap mendaki gunung kehidupan, sekaligus siap menyelami dalamnya samudera luas kehidupan.
Dan pada semua keadaan, bentuk dan warna kehidupannya seorang Mukmin tidak akan mengalami perubahan, apalagi goncangan. Puasa mengajarkan soliditas batin/ruhiyah yang menjadikan seorang Mukmin bagaikan karang di tengah samudera. Semakin terhantam semakin solid dan bernilai.
Itulah sesungguhnya makna dari sabda baginda Rasulullah SAW: “Sungguh mengagumkan urusan orang yang beriman itu. Semua urusannya menjadi jalan kebaikan. Jika mendapat hal-hal yang nyaman, dia bersyukur. Tapi jika mendapat hal-hal yang tidak nyaman, dia bersabar. Dan pada semua itu menjadi kebaikan baginya”. (Hadits).
Di bulan inilah kita membangun kemampuan besyukur atas segala karunia. Dan bersabar atas segala ujian kehidupan. Sebab sekali lagi hidup manusia tidak terlepas dari dua warna itu. Hidup dengan warna bening atau hidup dengan warna kelam. Dan karenanya dua sayap tadi menjadi hal yang mendasar untuk keberhasilan manusia dalam menjalani kehidupannya yang bermakna.
Maksimalkan bulan Ramadan ini untuk menumbuhkan dua saya kehidupan itu (syukur dan sabar) sebagai salah satu bentuk keberkahannya. Insya Allah!
Jamaica Hills, Amerika Serikat, 16 April 2023
*) Presiden Nusantara Foundation
Post a Comment