Badan Nasional Penanggulangan Terorisme: Jika KKB tak Diselesaikan, Bakal Ganggu Keamanan Nasional!

Pada Rabu (8/2/2023) malam, TPNPB-OPM merilis video penyanderaan pilot Susi Air Kapten Philip Marten asal Selandia Baru (tiga dari kiri). Dalam video, mereka menyebut tidak akan melepaskan sandera kecuali NKRI mengakui kemerdekaan Papua dan akan membawa Philip bersembunyi di 32 distrik di Nduga. (foto: tpnpb-opm/tempo.co)

JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyatakan, berdasarkan data salah satu lembaga riset di Indonesia pada 2021, telah terjadi 68 insiden kekerasan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua dengan 114 korban jiwa. Sementara di tahun 2022, telah terjadi 51 insiden dengan 70 korban.

Hal itu disampaikan Boy melalui naskah "key-note speech", yang dibacakan Kepala Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Irjen Pol Ibnu Suhendra dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Penyanderaan Pilot Susi Air: Tindakan Terorisme?" pada Jumat (17/3/2023).

"Persentase serangan meningkat hingga 35 persen dari 2021 ke 2022, hal ini tentu saja menjadi permasalahan yang harus diselesaikan," ujar Boy.

Bila tidak, lanjut Boy, persoalan gangguan keamanan oleh KKB ini akan menjadi gangguan keamanan nasional. Sementara, tindakan kekerasan KKB sudah memenuhi kriteria sebagai tindakan terorisme berdasarkan UU No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pada kesempatan sama, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Prof Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa gangguan keamanan oleh KKB Papua ini harus segera diatasi melalui langkah penegakan hukum. Dan penegakan hukum itu, menurut Hikmahanto, harus menggunakan Undang-Undang No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"KKB Papua ini bertujuan menciptakan suasana teror terhadap orang-orang secara meluas karena itu aparat penegak hukum jangan sungkan-sungkan menggunakan UU Terorisme untuk menindak Kelompok Separatisme Papua," ujar Hikmahanto.

Politisi Partai Gelora Fahri Hamzah menyatakan, ada persoalan jarak naratif antara Jakarta dan Papua yang harus diselesaikan. Dan kita, ujar Fahri, tak pernah tinggal diam untuk menyelesaikan hal itu. "Sebagaimana dikatakan oleh pihak BNPT bahwa para teroris KKB itu berbasiskan ideologi nasionalisme sepihak, hal ini yang harus dituntaskan," jelas dia.

Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Imron Cotan, menyatakan, tak salah apabila gerakan KKB Papua dikategorikan sebagai kelompok terorisme. Ini mengacu pada undang-undang tentang terorisme pada tingkat nasional, regional (ASEAN), dan global.

"Intinya, ketika gerakan itu membuat rasa takut meluas, dan menyasar obyek-obyek vital yang tak ada kaitannya dengan konflik, maka itu bisa dikategorikan sebagai tindakan terorisme," ujar Imron.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto, mengatakan BNPT telah menegaskan UU No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat diterapkan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan KKB termasuk penyanderaan pilot Susi Air. Kekerasan KKB telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme karena memiliki motif politik, ideologi, dan gangguan keamanan, yang juga menciptakan rasa ketakutan luas di tengah masyarakat.

"Kondisi dilematis tersebut harus segera dicarikan solusinya. Kita berharap tak hanya pilot Susi Air dapat bebas dalam kondisi selamat tak kurang satu apapun, namun juga kekerasan tiada henti yang dilakukan TPNPB-OPM harus dihentikan," ujar Hery menegaskan.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.