Meski Masih Layak Jadi Polisi, Richard Eliezer Harus Tetap Lewati Sidang Etik

Persidangan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E. (foto: antara/galih pradipta)

JAKARTA -- Keanggotaan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di kepolisian harus tetap melewati sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, meskipun ada pihak yang mencabut pelaporan pelanggaran etik terhadap Richard, tak serta merta menggugurkan proses internal terhadap terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J tersebut.

“Itu hak konstitusional mereka (untuk mencabut). Silakan. Tetapi untuk proses etiknya tetap harus dijalankan,” kata Irjen Dedi, Senin (20/2/2023).

Namun Irjen Dedi belum dapat memastikan kapan sidang KKEP terhadap Richard Eliezer akan digelar. Informasi yang tersedia saat ini, Divisi Propam Polri sudah menyampaikan sejumlah nama personel internal untuk disorongkan mengisi komposisi hakim dalam sidang KKEP terhadap Richard Eliezer.

Pada Senin (20/2/2023) kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan (TAMPAK) mendatangi Divisi Propam Mabes Polri. Kedatangan kelompok itu untuk mencabut pelaporan pelanggaran etika dan profesi terhadap Richard Eliezer. TAMPAK pada 18 Juli 2022 lalu, pernah melaporkan Richard ke Divisi Propam Polri karena terlibat dan menjadi eksekutor dalam pembunuhan terhadap Brigadir J. Elezer dilaporkan bersama-sama dengan pelaporan terhadap Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.

TAMPAK dalam penjelasannya mengatakan, pelaporan pelanggaran etik terhadap Richard tersebut sudah tak relevan untuk diproses di internal kepolisian. Pasalnya, Eliezer telah menjalani proses hukum yang inkrah sampai di persidangan. Eliezer telah dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan karena perannya sebagai pelaku turut serta melakukan pembunuhan berencana Brigadir J. Namun begitu putusan pengadilan juga menempatkan Richard sebagai justice collaborator, atau saksi-pelaku.

"Karena itu, TAMPAK menilai tidak ada lagi relevansi dan manfaat menindaklanjuti laporan dan pengaduan kami," ujar Koordinator TAMPAK Roberth Keytimu, Senin (20/2/2023).

TAMPAK juga meminta agar Polri tak lagi perlu melakukan sidang etik terhadap Eliezer. "Dengan begitu Bharada Richard Eliezer ini, bisa kembali menjadi anggota Polri,” jelas Roberth.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang telah menjadi terpidana pembunuhan masih layak menjadi polisi. "Kami minta sidang Komisi Etik Profesi Polri atau KEPP nanti merekomendasikan agar Eliezer dipertahankan berdinas di kepolisian," katanya.

Edi melanjutkan, vonis yang diterima Eliezer di bawah dua tahun menjadi pertimbangan untuk bisa tetap menjadi polisi. Pertimbangan lain untuk Eliezer layak dipertahankan, lanjut dia, adalah anggota Brimob itu sangat berani dan jujur mengungkapkan kebenaran walau memiliki risiko sangat tinggi. "Walau Eliezer seorang polisi pangkat paling rendah, tapi dia berani menghadapi jenderal atasannya yang melanggar hukum," katanya.

Semua itu dilakukan Eliezer agar terbongkar perencanaan pembunuhan yang diotaki oleh mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo.

PN Jakarta Selatan (Jaksel) telah menjatuhkan vonis kepada para terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J yang terjadi pada 8 Juli 2022 di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta.

Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati, Putri Chandrawathi (istri Ferdy Sambo) dihukum 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf (sopir pribadi keluarga Ferdy Sambo) dihukum 15 tahun penjara, dan Bripka Ricky Rizal (ajudan) dihukum 13 tahun penjara. Para terdakwa terlibat mengeksekusi korban dengan senjata api.

Eliezer dihukum paling ringan karena menjadi saksi pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kasus (justice collaborator). Ia juga mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam kasus tersebut.

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.