ICW: Koruptor Kian Semangat Korupsi Jika Restorative Justice Kasus Tipikor Diterapkan

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan. (foto: kumparan/jamal ramadhan)

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, usulan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) yang baru, Johanis Tanak, untuk menerapkan konsep keadilan restoratif atau restorative justice dalam kasus tindak pidana korupsi (tipikor), tidaklah tepat. Ide itu justru dinilai bisa membuat para koruptor makin semangat melakukan rasuah.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia terbilang sudah memasuki fase gawat darurat. Bahkan, ia menggarisbawahi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pun tak kunjung mengalami peningkatan yang signifikan.

"Salah satu sumber persoalannya sudah barang tentu menyangkut aspek penegakan hukum. Sehingga, tak tepat jika restorative justice diterapkan untuk mengatasi tindak pidana korupsi. Alih-alih membaik, bisa jadi dengan ide Pak Johanis itu, para koruptor semakin bersemangat untuk melakukan praktik korupsi," ujar Kurnia kepada awak media, Selasa (1/11/2022).

Kurnia kemudian mengungkapkan hasil riset yang dilakukan ICW. Iaa menyampaikan, berdasarkan kajian tren vonis 2021 tersebut, rata-rata hukuman koruptor di dalam persidangan hanya 3 tahun 5 bulan penjara.

Menurut Kurnia, jika restorative justice diterapkan, maka pelaku korupsi bakal mendapat keuntungan. Sementara itu, masyarakat terus menjadi korban ketidakadilan.

"Dengan menggunakan UU Tipikor yang di dalamnya memuat pemidanaan penjara saja hukumannya masih rendah, apalagi ditambah mekanisme restorative justice, tentu pelaku akan semakin diuntungkan dan masyarakat sebagai korban tak kunjung mendapat keadilan," jelas Kurnia.

Di sisi lain, Kurnia menilai, wacana penerapan restorative justice belum terlalu penting dibahas. Sebab, menurut dia, sebaiknya KPK mengusulkan perbaikan UU Tipikor.

"Pak Johanis dapat mewacanakan perbaikan delik korupsi di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang mana seluruh substansinya menguntungkan koruptor, ketimbang menggembar-gemborkan restotorative justice korupsi," ucap Kurnia.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan wacana restorative justice bagi pemberantasan tindak pidana korupsi, yang sempat disampaikannya saat uji kepatutan dan kelayakan di DPR RI, hanya merupakan opini.

"Itu cuma opini, bukan aturan," kata Johanis kepada awak media usai pelantikan dirinya sebagai Wakil Ketua KPK oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.