Soal Obat-obatan Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut Perlu Diperjelas dan Dipastikan

Paracetamol sirop dikaitkan dengan kasus gagal ginjal akut pada anak. (foto: getty images/istockphoto/spukkato)


 

JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menyatakan perlunya penjelasan dari pemerintah terkait obat-obatan yang bisa digunakan oleh masyarakat. Hal ini disampaikannya menanggapi kasus gagal ginjal akut pada anak yang semakin tinggi.

“Ini sebuah isu yang perlu disikapi memang. Karena ini kan membingungkan masyarakat harus ada klarifikasi dan penjelasan terhadap obat-obat seperti apa yang perlu diatensi masyarakat,” ujar Moeldoko di kantornya, Kompleks Istana Kepresidenan, kepada awak media di Jakarta, Kamis (20/10/2022).

Moeldoko pun menyebut akan berkomunikasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin terkait hal ini. Sehingga masyarakat tidak bingung terhadap isu yang beredar dan tidak mengkonsumsi obat yang membahayakan.

“Makanya kita komunikasikan ke Menkes untuk kasih penjelasan kepada publik dan masyarakat supaya tidak bingung. Kalau bingung masih oke, kalau salah memilih dan digunakan kan bahaya,” jelas Moeldoko.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk bersikap tegas menyangkut larangan penggunaan obat paracetamol untuk anak. Sebab, dengan ketidaktegasan tersebut akan menimbulkan kesimpangsiuran dan berujung pada fitnah. Terlebih, masyarakat akan dibuat bingung karena kebijakan yang abu-abu tersebut.

“Pemerintah harus tegas mengambil sikap. Jangan di satu sisi mengimbau, tapi di sisi lain ada pernyataan dari Wamenkes bahwa paracetamol aman. Pilihannya hanya boleh atau tidak boleh, jika dianggap tidak boleh, maka buat larangan segera bukan imbauan lagi. Jadi tidak abu-abu,” kata Dasco, Kamis (20/10/2022).

Menurut Dasco, setelah ada larangan tegas, pemerintah juga harus memberikan alternatif obat. Sebab paracetamol sudah menjadi kebutuhan pokok terhadap berbagai penyakit di keluarga. “Tentu ketika parasetamol tidak diperjualkan sementara, lalu ada kebutuhan akan paracetamol, punya opsi lain,” ujarnya.

Oleh karena itu, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan, masyarakat tidak hanya diberikan pernyataan-pernyataan dari berbagai pihak, seperti dari kementerian, pejabat, organisasi dokter dan juga analisa-analisa pakar. Dibutuhkan sebuah keputusan tegas, sambil menunggu penelitian berikan alternatif obat. “Ketidaktegasan akan menimbulkan berbagai reaksi negatif dan fitnah. Maka putuskan segera, ya atau tidak, bukan imbauan apalagi perdebatan yang tidak perlu,” jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah melarang dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk meresepkan obat-obatan dalam bentuk cair atau sirup. Larangan ini merupakan bagian dari kewaspadaan di tengah melonjaknya kasus gagal ginjal akut yang banyak menyerang anak-anak di Indonesia.

"Tenaga Kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Surat Edaran Kemenkes Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.

Surat edaran yang sama juga melarang seluruh apotek di Indonesia untuk menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat. Obat yang dilarang untuk dijual termasuk semua jenis obat dalam bentuk sirup atau cair, tidak terbatas pada obat paracetamol sirup saja.

Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, berdasarkan hasil penelitian ada tiga zat kimia berbahaya yang ditemukan pada obat sirop yang dikonsumsi oleh pasien anak yang mengalami gagal ginjal akut. Ketiganya yakni ethylene glycol, diethylene glycol, dan ethylene glycol butyl ether.

Sebagaimana dikutip dalam siaran pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI di Jakarta, Kamis (20/10/2022), Menkes mengatakan, ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) seharusnya tidak ada dalam obat-obatan sirop, dan kalaupun ada harus sangat sedikit kadarnya.

Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima IDAI hingga Selasa (18/10/2022) sore, ada 192 kasus gangguan ginjal akut misterius. Laporan tersebut tersebar di 20 provinsi.

 

(dkd)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.