Satu Abad Halim Perdanakusuma
Halim Perdanakusuma. (foto: tribunnews.com) |
Oleh Chappy Hakim *)
Tidak hanya di Angkatan Udara, nama Komodor Udara Anumerta Halim Perdanakusuma cukup populer di kalangan dunia penerbangan pada umumnya. Ini karena ia telah diabadikan sebagai nama Pangkalan Angkatan Udara Republik Indonesia (Lanud) di Tjililitan atau Cililitan, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur.
Nama Halim Perdanakusuma semakin luas dikenal ketika Lanud Halim digunakan lebih banyak untuk kegiatan penerbangan sipil, baik rute domestik, penerbangan internasional dan penerbangan haji daripada kegiatan Angkatan Udara sendiri.
Nama Halim Perdanakusuma berasal dari nama Komodor Udara Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang lahir 100 tahun lalu yaitu pada tanggal 18 November 1922. Almarhum yang dinilai banyak jasanya terhadap AURI dan Indonesia meninggal dunia ketika tengah menjalankan tugas negara dalam penerbangan dari Thailand menuju Jakarta di awal perjuangan mempertahankan kemerdekaan bulan Desember tahun 1947.
Menurut beberapa catatan yang tersebar, diketahui bahwa kawasan Cililitan di Jakarta Timur pada awalnya dimiliki oleh seorang bernama Pieter van der Velde. Di tahun 1920-an kawasan yang tadinya merupakan perkebunan karet itu sebagian dibuka untuk dijadikan lapangan terbang.
Bagian yang dijadikan lapangan terbang tersebut terletak di kawasan bernama Meester Cornelis yang hingga sekarang dikenal sebagai kawasan Mester. Dengan demikian maka lapangan terbang Cililitan menjadi lapangan terbang pertama di Jakarta yang ketika itu masih bernama Batavia. Lapangan Udara Kemayoran masih belum ada ketika itu.
Lapangan terbang Cililitan pada masanya dikenal sebagai Vliegveld Tjililitan atau Airport Cililitan. Sampai dengan tahun 1950-an Cililitan masih dikenal sebagai kawasan yang sangat jauh dan terpencil dari pusat kota Jakarta.
Selorohan anak Jakarta ketika itu menyebutnya sebagai tempat jin buang anak untuk menggambarkan betapa jauhnya Cililitan dari Jakarta Pusat. Bahkan transportasi kota Jakarta saat itu trem dan kereta api hanya mencapai Stasiun Jatinegara, tidak sampai ke Cililitan.
Sudah sejak tahun 1950, pihak Belanda menyerahkan lapangan terbang Cililitan kepada Pemerintah Indonesia dan kemudian lapangan terbang tersebut dioperasikan oleh Angkatan Udara Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 1952 dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Lapangan Terbang Cililitan berganti nama menjadi Pangkalan Angkatan Udara Komodor Udara Anumerta Halim Perdanakusuma. Perubahan nama ini tertuang dalam surat keputusan KSAU Nomor 76/48/Pen2/KS/52 tertanggal 17 Agustus 1952 yang ditandatangani oleh Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Soerjadi Soejadarma.
Status kurang jelas
Sebagai sebuah Pangkalan Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma saat ini, telah menjadi kurang jelas statusnya karena sebagian besar aktivitas penerbangan yang berlangsung adalah kegiatan penerbangan sipil komersial. Bahkan belakangan ini terdengar sudah diresmikan kembali menjadi International Airport dalam rangka pertemuan G-20 dimana Indonesia bertindak sebagai tuan rumah.
Realitanya memang sebagian besar kegiatan penerbangan di Halim Perdanakusuma adalah kegiatan penerbangan sipil komersial dan penerbangan charter serta penerbangan VIP. Penerbangan operasional Angkatan Udara sendiri sebenarnya sejak tahun 1975 sudah berangsur terpaksa mengurangi menggunakan Lanud Halim.
Bahkan 10 tahun terakhir Angkatan Udara telah sangat jarang menggunakan Halim Perdanakusuma sebagai home base operasionalnya. Angkatan Udara sangat menyadari bahwa penerbangan operasi dan latihan akan sangat mengganggu factor aviation safety operasional penerbangan sipil komersial di Halim.
Kondisi Halim yang hanya memiliki satu runway saja dan tidak memiliki taxiway menuju apron sangat membahayakan pergerakan pesawat dengan frekuensi yang padat traffic. Halim memang sangat dibutuhkan dalam melayani masyarakat pengguna jasa angkutan udara.
Kebanyakan orang memang lebih menyukai berangkat dan datang dari dan di Halim Pedanakusuma. Padahal kondisi Lanud Halim kurang memadai untuk memberikan pelayanan yang baik bagi pengguna jasa penerbangan sipil. Sekali lagi Halim hanya memiliki satu ranway saja dan tidak memiliki taxiway untuk menuju tempat parkir pesawat. Itu sebabnya baru baru ini runway menjadi jebol setelah terpaksa digunakan kegiatan penerbangan sipil dengan jadwal yang sangat padat.
Di sisi lain, kegiatan penerbangan sipil komersial secara langsung dapat memberikan manfaat bahkan keuntungan finansial cukup besar bagi banyak pihak. Itu sebabnya, maka Penerbangan Latihan dan operasi Angkatan Udara di Halim sejak lama memang sudah “dianggap” sangat menganggu kenyamanan dari kegiatan penerbangan sipil komersial di Halim.
Kegiatan Operasi dan Latihan Penerbangan Angkatan Udara mungkin saja sudah dianggap tidak begitu penting lagi bila dipandang atau dibandingkan dengan penerbangan sipil komersial terutama dari aspek pembangunan ekonomi secara nasional. Penerbangan Operasi dan Latihan Angkatan Udara sudah dipandang tidak diperlukan lagi bagi masyarakat luas.
Angkatan Udara yang sering mengganggu penerbangan sipil di Halim memang lebih baik dipindahkan saja ke tempat lain. International Airport Kertajati produk salah perencanaan yang kosong melompong sekarang ini mungkin saja bisa menjadi salah satu pilihan untuk dijadikan Museum Lanud Halim.
Halim sendiri yang letaknya sangat strategis sekarang ini, dapat dikembangkan menjadi pusat transportasi nasional multimoda dengan juga mengembangkan stasiun bus antarkota dan kereta api cepat terpadu dalam satu lokasi.
Kawasan Halim masih cukup luas dan sangat memadai untuk dikembangkan. Di Halim ada tiga buah lapangan golf yang tentunya bisa dikurangi menjadi cukup satu lapangan saja. Sebagian lahan lapangan golf tersebut dapat digunakan sebagai tambahan taxiway dan area parkir pesawat serta Gedung Terminal yang lebih memadai.
Dengan demikian, Halim dapat menjadi lebih nyaman dan aman serta memberikan keuntungan yang lebih besar lagi secara finansial bagi banyak pihak. Halim dapat menjadi sebuah Aerodrome yang memenuhi syarat International Civil Aviation Regulation.
Halim ke depan dapat menjadi pusat perhubungan multimoda, udara, darat serta kereta api sekaligus, dan menjadi kebanggaan Kota Jakarta sebagai salah satu tujuan wisata dan bisnis.
Zaman memang telah berubah dan musim pun sudah berganti, begitulah hukum alam yang berlaku. Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma sebagai pusat dari sistem pertahanan udara nasional dan home base dari beberapa skadron udara strategis penjaga kedaulatan negara di udara, mungkin pula kini sudah dinilai tidak diperlukan lagi.
Dengan wawasan sempit seperti itu, maka Lanud Halim dengan segala perabotannya pasti dipandang sudah waktunya masuk “museum penerbangan nasional” di lokasi International Airport Kertajati yang tidak terpakai selama ini dari pada menjadi mubazir.
Di luar itu semua, semoga saja nama harum dan semangat juang Pahlawan Nasional Halim Perdanakusuma tidak akan menguap ditelan zaman yang terus berubah.
Halim Perdanakusuma pada bulan November nanti akan memasuki usia ke-100. Mudah mudahan menjelang capaian usia satu abad, masih cukup banyak orang waras yang tidak semata hanya mengejar keuntungan finansial dan masih tetap semangat menggelorakan spirit yang tinggi dalam meneruskan pembangunan Angkatan Udara yang kuat untuk senantiasa mampu menjaga kedaulatan dan kehormatan Ibu Pertiwi dan Bapak Angkasa Indonesia Tercinta. Amin.
Jakarta, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2022
*) Kepala Staf TNI Angkatan Udara periode 2002–2005, pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia.
Post a Comment