Produsen Obat "Nakal" Terancam Penjara 10 Tahun dan Denda Rp 1 Miliar, Ancaman Bertambah Jika Konsumen Meninggal
Kepala BPOM RI Penny Lukito. (foto setkab.go.id) |
JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny Lukito tak bosan menyampaikan ancaman penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar bisa dikenakan pada produsen obat yang nakal. Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, maka akan ada ancaman pasal pidana lainnya.
Dari perluasan sampling dan pengujian 102 obat yang ditemukan di rumah pasien gangguan ginjal akut pada anak (GGPA), ditemukan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop yang diproduksi tiga perusahaan farmasi swasta Indonesia. Tiga perusahaan itu yakni PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Pharma. Ketiga perusahaan itu terancam terjerat UU No 36/2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Penny menekankan dengan adanya temuan ini, diduga telah terjadi tindak pidana yang dilakukan para produsen tersebut. Pertama, produsen telah memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan khasiat dan mutu sebagaimana UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Para produsen juga diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan Pasal 62 Ayat 1 Pasal 18 dan UU No 8/199 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp2 miliar.
"Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain," ujar Penny kepada awak media secara daring yang disiarkan YouTube BPOM RI, Senin (31/10/2022).
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto mengatakan, dengan adanya pasien yang meninggal dunia, Polri turut bertanggung jawab untuk mengusut tuntas kasus ini. Polri, lanjut Brigjen Pipit, ingin mengetahui lebih dalam apakah ada kesengajaan serta kelalaian yang menyebabkan pasien meninggal dunia.
"Untuk itu Polri perlu untuk mengumpulkan semua sampel terkait obat dan tetap butuh kerja sama dengan tim investigasi BPOM RI. Kami berusaha juga mengumpulkan sampel bekerja sama dengan Kemenkes. Tentu karena ini ada tupoksi BPOM, maka perlu mendalami masalah ini secara komperhensif dan penegakan hukum multi door system. Kami juga akan kumpulkan sampel bekas pakai pasien," tegas Brigjen Pipit.
(dpy)
Post a Comment