Publik Dinilai Masih Percaya Terhadap Program Pemerintah untuk Perbaikan Ekonomi

Eks Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro dalam serial webinar nasional bertema "Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak?" pada Jumat (23/9/2022).
 

JAKARTA -– Awal September 2022 lalu, Pemerintah Republik Indonesia (RI) telah memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Langkah ini dilakukan guna menjaga anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dari tekanan berat akibat krisis ekonomi dan inflasi global yang tinggi.

Tingginya suku bunga internasional, akibat keputusan penaikan suku bunga oleh The Fed Amerika Serikat dan belum usainya perang Rusia-Ukraina menambah tekanan berat bagi ekonomi seluruh negara di dunia, akibat dari meroketnya harga BBM, gas, dan pupuk.

Sementara kebijakan penyesuaian harga BBM nasional tidak dapat dimungkiri berdampak pula pada kehidupan masyarakat, khususnya lapisan ekonomi kelas bawah dan menengah.

Guna mengkaji dampak penyesuaian harga BBM dan bantalan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah, Moya Institute menggelar Webinar Nasional bertemakan "Langkah Penyelamatan APBN: Perlu atau Tidak?" pada Jumat (23/9/2022).

Pengamat isu strategis dan politik internasional Prof Imron Cotan mengatakan bahwa krisis BBM saat ini perlu dimanfaatkan untuk melakukan migrasi ke energi baru dan terbarukan (EBT) agar Indonesia terbebas dari energi fosil dan fluktuasi harganya di pasar internasional.

Dengan demikian, Imron menambahkan, akan terjadi pengurangan beban konsumsi BBM fosil sehingga mengurangi tekanan terhadap APBN.

"Jadi keinginan pemerintah merealisasikan kendaraan bahan bakar listrik atau energi lain memang patut didukung. Akhirnya nanti APBN memang semata-mata berfungsi sebagai alat menyejahterakan masyarakat karena tidak lagi terbebani oleh pemborosan subsidi," ujar Imron.

Pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menjelaskan, perang Rusia-Ukraina memang diakui menjadi penyebab utama terganggunya rantai pasok makanan, pupuk, dan energi dunia. Kendati demikian, beber Sirojudin, publik dinilainya masih yakin pemerintah dapat menjaga perputaran roda ekonomi rakyat.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menyambut positif program bansos di tengah lonjakan harga minyak dunia yang meleset dari prediksi pemerintah. Pasalnya, pemerintah harus menjaga ketahanan ekonomi masyarakatnya setidaknya enam bulan ke depan.

Eks Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro dalam paparannya mengungkapkan bahwa tahun 2022 belanja sosial khusus disalurkan melalui Kementerian Sosial (Kemensos) karena terjadinya peralihan dari subsidi produk ke bansos langsung.

“Subsidi itu bukan bagian belanja Kementerian/Lembaga (K/L), tapi kalau belanja sosial memang harus diletakkan di K/L yang dalam hal ini yang mengurusi masalah-masalah sosial, yaitu Kemensos. APBN jadi lebih sehat kalau tidak terlalu tergantung pada subsidi harga komoditas. Kelemahan subsidi komoditas adalah tidak adanya kepastian harga di pasar global,” jelas Bambang.

Adapun politikus reformasi Fahri Hamzah mengimbau sebaiknya ke depan mulai serius dibenahi pola komunikasi publik dan kebijakan pemerintah sehingga menghilangkan distorsi informasi termasuk terkait dengan penyelamatan APBN. Distorsi tersebut telah membuka peluang bagi kelompok kepentingan untuk mengeksploitasinya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institut Hery Sucipto menyampaikan bahwa di tengah-tengah ketidakpastian ekonomi global, konsumsi publik harus terus terjaga. Program bantalan sosial yang dilancarkan pemerintah akhir-akhir ini diharapkan dapat memastikan tujuan tersebut tercapai.
 

(dkd)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.