Gugatan PKS Terkait Pengurangan Presidential Threshold Ditolak MK

Mahkamah Konstitusi (MK). (foto: indonesia.go.id)

JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden agar dikurangi dari 20 persen menjadi 7-9 persen kursi DPR. Gugatan uji materi atas UU Pemilu ini dilayangkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).


Gugatan ini dilayangkan oleh dua pemohon. Pemohon pertama adalah Presiden PKS Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Jenderal PKS Aboe Bakar Al-Habsyi. Pemohon kedua adalah Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri.

 
"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Gugatan dengan nomor perkara 73/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh PKS untuk menguji konstitusionalitas Pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal tersebut mengatur bahwa pencalonan presiden dan wakil presiden bisa dilakukan jika partai politik (parpol) atau gabungan parpol punya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Adapun PKS memohon agar angka presidential threshold tersebut diubah menjadi 7 hingga 9 persen kursi DPR.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa ihwal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 itu merupakan kebijakan terbuka atau open legal policy yang merupakan ranah pembentuk undang-undang.  

Terkait permohonan PKS agar ketentuan presidential threshold diberikan batasan yang lebih proporsional, rasional, dan implementatif, MK kembali menyebut hal tersebut bukan ranah institusinya untuk menilai dan mengubah besaran angkanya.

"Sebab, hal tersebut merupakan kebijakan terbuka sehingga menjadi kewenangan para pembentuk undang-undang, yakni DPR dengan Presiden RI untuk menentukan lebih lanjut kebutuhan proses legislasi mengenai besaran angka ambang batas," kata Hakim Konstitusi Envy Nurbaningsih.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, lanjut Envy, MK menilai permohonan PKS tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Dalam pengambilan putusan atas gugatan PKS ini, ternyata terdapat hakim yang menyatakan alasan berbeda (concurring opinion), yakni Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.

"Hakim Konstitusi Suhartoyo tetap berpendirian sebagaimana putusan-putusan sebelumnya bahwa berkenaan dengan presidential threshold tidak tepat diberlakukan adanya persentase," kata Anwar. Adapun alasan Saldi Isra tidak dibacakan dalam sidang putusan tersebut.

 

(dkd)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.