Di Balik Fenomena "Obral Remisi" Narapidana Korupsi

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Denny Indrayana. (foto: detik.com/wilda)

JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Denny Indrayana menanggapi kabar bebas bersyaratnya puluhan narapidana korupsi di Indonesia pada September 2022 ini. Menurut Denny, hal tersebut bisa terjadi karena dirombaknya aturan saat dirinya menjabat.

"Fenomena "obral remisi" bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Ini merupakan konsekuensi dari dibatalkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang pada intinya adalah mengetatkan pemberian hak-hak napi korupsi seperti remisi dan pembebasan bersyarat," kata Denny dalam keterangannya seperti dikutip dari Republika, Jumat (9/9/2022).

Denny mengungkapkan pembatalan PP 99 Tahun 2012 diawali setahun lalu melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 41 tahun 2021. Putusan MK tersebut membuka pintu lebar-lebar bagi Mahkamah Agung (MA) melalui putusannya Nomor 28P/HUM/2021 yang menyatakan pasal-pasal "pengetatan remisi" PP 99 bertentangan dengan Undang-Undang Pemasyarakatan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Putusan MK dan MA tersebut tentu saja disambut riang-gembira oleh para napi korupsi yang sudah sejak lama berjuang membatalkan PP 99 tahun 2012," ujar Denny.

Denny menegaskan PP 99 Tahun 2012 selama ini berupaya mencegah fenomena "obral remisi". "PP 99 tahun 2012 memang membuat mereka sulit mendapatkan pengurangan hukuman, alias menghilangkan kebiasaan 'obral dan jual-beli remisi'," sambung senior partner Integrity Law Firm itu.

Sejak diterbitkan pada tahun 2012, Denny menyebut PP 99 telah diuji berkali-kali ke MA dan MK. Dalam putusan-putusan sebelumnya, baik MK maupun MA konsisten menyatakan bahwa PP pengetatan remisi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Menurutnya, sikap MK dan MA sejalan dengan politik hukum pemberantasan korupsi yang luar biasa.

"Sayangnya, pertahanan MK dan MA tersebut jebol juga dengan gempuran tanpa henti para koruptor. Pembatalan PP 99 mengembalikan rezim obral remisi yang menghamparkan karpet merah kebebasan serta menghilangkan efek jera bagi para koruptor," tegas Denny.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna H Laoly mengatakan, pembebasan sedikitnya 23 orang narapidana perkara korupsi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebanyak 24 orang narapidana kasus korupsi keluar dari lembaga pemasyarakatan pada 6-7 September 2022, baik karena memperoleh Surat Keputusan (SK) Pembebasan Bersyarat maupun mendapat Cuti Menjelang Bebas (CMB).

MA memang mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Sehingga, Kemenkumham telah menerbitkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022. Aturan tersebut menyebutkan, koruptor yang ingin mendapatkan remisi bebas bersyarat wajib membayar denda dan uang pengganti.

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham, Mualimin Abdi mengatakan, pihaknya tidak berhak menahan pembebasan bersyarat bagi narapidana. Ia menyebut, setiap terpidana bisa mendapatkan pembebasan bersyarat jika sudah memenuhi aturan hukum yang berlaku.

"Kami juga melanggar hak asasi manusia kalau menahan orang yang sesuai dengan aturan hukum, kemudian dia tidak diberikan haknya (pembebasan bersyarat)," kata Mualimin kepada awak media, Jumat (9/9/2022).

Mualimin menjelaskan, pembebasan bersyarat narapidana merupakan bagian dari hak asasi. Hak itu, lanjutnya, dapat diberikan jika narapidana sudah memenuhi hak hukum.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham telah menerbitkan surat keputusan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas bagi ribuan narapidana dari semua kasus tindak pidana di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2022. Di antaranya merupakan 23 narapidana kasus korupsi yang menerima hak bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).

"Pada bulan September sudah diberikan hak bersyarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas kepada sebanyak 1.368 orang narapidana semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia, di antaranya adalah 23 narapidana tindak pidana korupsi (tipikor)," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham, Rika Aprianti dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).

Rika mengatakan, 23 narapidana tindak pidana korupsi itu berasal dari Lapas Kelas I Sukamiskin dan Lapas Kelas IIA Tangerang. Beberapa terpidana yang menerima hak bebas bersyarat itu di antaranya, yakni mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, eks Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah, Desi Aryani, dan Mirawati.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.