Keputusan Pemecatan dari Polri untuk Ferdy Sambo Bisa Tutup Peluang Tuntutan Ringan di Pengadilan

Irjen Pol Ferdy Sambo saat menjalani sidang etik di Mabes Polri. (foto: tangkapan layar kompastv)

JAKARTA -- Keputusan sidang etik pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) kepada Irjen Pol Ferdy Sambo bisa memberi sinyal hukuman yang tidak ringan akan diberikan kepada mantan Kadiv Propam Polri tersebut. Sebagai pelaku rekayasa penembakan terhadap Brigadir J, Ferdy Sambo diprediksi akan menerima hukuman paling ringan penjara 20 tahun dan maksimal hukuman mati.

Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Muradi MA, PhD mengatakan, dengan keputusan PDTH hasil sidang etik, secara otomatis hukuman di pengadilan tidak mungkin ringan. Ini karena sudah ada empat pasal berlapis yang akan didakwakan kepada Ferdy Sambo dan teringan saja minimal penjara 20 tahun.

"Seharusnya Ferdy Sambo dihukum berat, minimal dihukum 20 tahun, sedangkan hukuman lain dipenjara seumur hidup dan maksimal hukuman mati. Jadi prinsipnya publik harus mengawal agar proses di persidangan nanti berjalan sesuai keadilan, dan kita berharap reformasi konsolidasi di internal Polri berjalan semakin baik," kata Muradi kepada awak media, Jumat (26/8/2022).

Oleh karena itu, Muradi berharap publik juga tetap mengawal perjalanan kasus ini nanti di persidangan. Karena masih ada 97 personel yang diperiksa lantaran diduga terlibat dengan permainan Ferdy Sambo, dan 35 personel di antaranya sudah diduga melanggar kode etik dan akan mendapatkan sanksi bervariasi, mulai hanya mutasi, mutasi dengan demosi, hingga hukuman berat PDTH seperti Ferdy Sambo.

Terkait pengajuan pengunduran diri Ferdy Sambo, Muradi memaparkan dalam Peraturan Polri Pasal 111 ayat 1 dan 2 soal kode etik dan profesi, intinya boleh personel mengajukan pengunduran diri selama ketika ia berkasus ancaman hukuman kurang dari lima tahun. Kedua bila ia dianggap punya jasa terhadap institusi. "Tapi kalau ancaman hukumannya 20 tahun atau lebih, bahkan hukuman mati seperti Ferdy Sambo, maka pengajuan pengunduran diri tersebut seharusnya tidak bisa diterima," tegasnya.

Walau sebenarnya, lanjut Muradi, pengajuan pengunduran diri Ferdy Sambo gugur dengan sendirinya setelah keputusan sidang etik PDTH tersebut. Sehingga secara otomatis surat pengajuan pengunduran diri Ferdy Sambo hanya seperti pengakuan diri telah bersalah.

Jadi, kata Muradi, pengajuan pengunduran diri itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap proses pidana Ferdy Sambo nanti. Kecuali ancaman hukuman Ferdy Sambo di bawah lima tahun, itu baru memungkinkan pengajuan pengunduran diri itu dipertimbangkan dikabulkan. "Tapi kan tidak mungkin, pasal yang dikenakan saja berlapis, dan Pasal 340 KUHP, terkait pembunuhan berencana minimal hukumannya saja 20 tahun," jelasnya.

Kemudian di Peraturan Polri Nomor 7/2022, tidak ada ruang pengunduran diri bila kasus yang dilakukan oknum Polri sangat serius. Jadi, Muradi setuju dengan hasil sidang etik, keputusannya terhadap Ferdy Sambo memang pasti dicopot atau dipecat.

Di posisi etik ada empat bidang, yakni etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian. "Keempat empatnya itu Ferdy Sambo terlibat, jadi tidak mungkin dia dikabulkan pengunduran dirinya," tegas Muradi.

Secara pribadi Muradi paham keinginan publik agar jangan ada pengunduran diri Ferdy Sambo dikabulkan. Agar tidak ada ruang lagi mendapatkan fasilitas dan keringanan sebagai mantan anggota Polri. Tapi ia memastikan dengan putusan PDTH sebagai sanksi etik terberat itu, telah memutus semua rangkaian rencana Ferdy Sambo untuk mendapatkan pertimbangan keringanan dari institusi.

"Nah bila sudah diputus PDTH, maka otomatis gugur permohonan pengajuan pengunduran dirinya. Dan Sambo saat ini sudah menjadi warga sipil dan saat persidangan nanti harus terbuka karena persidangan sipil," tegas Muradi lagi.

Ferdy Sambo, lanjut Muradi, dipastikan akan terjerat dengan pasal berlapis. "Setidaknya ada empat pasal yang dikenakan, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, itu hukuman maksimal semuanya hukuman mati." 

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.