Pemerintah Wacanakan Kenaikan Harga BBM Pertalite, DPR RI Minta Kaji Ulang

Kenaikan harga BBM/ilustrasi (foto: liputan6.com)

JAKARTA -- Pemerintah berencana membanderol harga jual bahan bakar minyak (BBM) pertalite sebesar Rp 10.000 per liter dengan dalih kenaikan harga minyak dunia dan kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang tak lagi mampu menanggung subsidi. Opsi menaikkan harga jual pertalite memang masuk menjadi kajian pemerintah dalam merespons kenaikan harga minyak dunia dan beban APBN.

Namun demikian, penyaluran BBM subsidi yang tidak tepat sasaran dianggap ikut memicu meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi yang menyebabkan ketersediaannya semakin menipis.

Anggota Komisi VI DPR RI Muslim menegaskan pemerintah perlu mengkaji ulang jika kemudian harus menaikkan harga BBM bersubsidi. Terlebih, ekonomi masyarakat kecil di Indonesia dinilai juga akan semakin berat dan terdampak.

"Berkaitan dengan subsidi, ditambah lagi situasi ekonomi Indonesia semakin berat, saya berharap pemerintah dapat mengkaji ulang, jangan langsung kenaikan harga BBM bersubsidi terus berkali-kali lipat, apalagi sampai Rp 2000-Rp3000. Ini kan enggak sekali dua kali (kenaikan harga BBM bersubsidi) ya," ujar Muslim kepada awak media di Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Politisi Partai Demokrat tersebut menambahkan, pemerintah diminta untuk dapat mengevaluasi kembali siapa saja yang benar-benar berhak mendapatkan BBM bersubsidi. Sehingga alokasi kuota BBM bersubsidi tepat sasaran dan rakyat yang mengharapkan subsidi seperti petani dan nelayan tetap bisa mendapatkannya.

“Pemerintah harus juga melihat rakyat lagi menjerit semua, lagi sulit, apalagi semenjak pandemi 2021. Saya yakin pemerintah khususnya Pertamina harus mengevaluasi mana-mana subsidi yang betul-betul buat rakyat, dan mana yang tidak perlu disubsidi," imbuh Muslim.

Legislator asal daerah pemilihan (dapil) Aceh II ini berharap pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi karena dikhawatirkan dapat mengganggu kondisi ekonomi rakyat yang sedang berat. Sedangkan masyarakat kecil saat ini sedang berusaha bangkit setelah dua tahun mengalami penurunan ekonomi akibat pandemi.

"BBM bersubsidi seperti pertalite yang menyentuh rakyat bawah itu jangan dinaikkan. Kalau dinaikkan mungkin ya pada kalangan menengah ke atas. Sehingga subsidi itu betul-betul untuk rakyat jangan terganggu dengan situasi kondisi ekonomi yang sedang berat hari ini," tegas Muslim.

Hal senada disampaikan Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza. Ia mengatakan Komisi VI DPR RI akan memanggil jajaran direksi PT Pertamina pada Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023 mendatang.

Pemanggilan ini untuk mendapatkan penjelasan mengenai strategi yang akan dilakukan Pertamina ke depan. Khususnya berkaitan dengan meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi imbas dari naiknya harga BBM non-subsidi.

"Kami ingin Pertamina menjelaskan apa langkah yang sedang diantisipasi sejauh ini. Cuma memang ini kejadian di seluruh dunia ya, kami prihatin tapi tidak boleh kalah dengan krisis atau resesi yang ada," ujar Faisol.

Lebih lanjut, terkait adanya kemungkinan naiknya harga BBM bersubsidi, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, Komisi VI DPR RI akan menghitung terlebih dahulu sejauh mana efek kenaikan harga tersebut terhadap inflasi. "Banyak yang sudah meminta kenaikan harga pertalite, tapi kami masih menghitung sejauh mana tentunya efek terhadap inflasi," jelasnya.

Menurut Faisol, faktor inflasi penting untuk diperhitungkan, sebab akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Apalagi di tengah krisis yang sedang terjadi.

Untuk itu Faisol berharap, apapun nanti solusi yang dilakukan, akan tetap bisa menjaga kemampuan daya beli masyarakat. "Yang penting dijaga kemampuan daya beli masyarakat," tegas legislator dapil Jawa Timur II tersebut.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan pihaknya tidak akan menyetujui tambahan subsidi BBM tahun ini. Untuk itu, pemerintah diminta mencari solusi lain untuk menyiasati kenaikan harga minyak dunia.

(dkd)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.