Mantan Ketum Muhammadiyah Din Syamsuddin: Jangan Pisahkan Islam dari Indonesia
Din Syamsuddin (foto: suaramuhammadiyah.id)
JAKARTA -- Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila merupakan hasil jerih payah para ulama dan zuama yang telah menjadi syuhada. Ulama dan zuama mengorbankan jiwa dan raga serta harta demi tegaknya Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
"Jangan ada yang ingin menyapih Negara Pancasila dari agama khususnya Islam, dan apalagi menghilangkan jejak Islam dari Negara Pancasila. Seperti kata Bung Karno Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah, dan pada saat yang sama perlu diserukan Jashijau, yakni jangan sekali-kali hapus jasa ulama," kata Mantan Ketua Umum Muhammadiyah dan MUI, Prof Dr M Din Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya pada pembukaan Kongres Umat Islam Sumatera Utara, Jumat, 26 Agustus 2022.
Pembukaan kongres itu dihadiri ribuan jamaah yang memadati Wisma Haji Medan. Kongres diikuti 300 ulama, zuama, dan cendekiawan Muslim dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Ikut hadir Ketua DPD Lanyalla Mattaliti, Gubernur Sumatera Utara Edi Ramayadi, Mantan Ketua MPR-RI Amien Rais, dan sejumlah tokoh nasional lainnya.
Menurut Din, perjuangan kemerdekaan Indonesia telah dimulai tiga setengah abad sebelumnya melalui jihad para ulama dari berbagai daerah di Nusantara. Bahkan Negara Pancasila tidak terlepas dari kerelaan 73 Sultan Islam dari Aceh hingga Ternate dan Tidore. Mereka rela menyerahkan kekuasaannya demi tegaknya negara bangsa yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
Guru Besar Pemikiran Politik Islam ini melanjutkan, Dasar Negara Pancasila yang ada sekarang ini tidak terlepas dari kerelaan para tokoh Islam, antara lain Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah dan KH Wahid Hasyim dari Nahdhatul Ulama untuk mengganti sila pertama pada Piagam Jakarta yang telah disepakati sebelumnya. Itu berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Kedua rumusan ini, sambung Din, menegaskan bahwa Negara Pancasila adalah negara yang berketuhanan. Hal ini diperkuat oleh Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 bahwa negara berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lebih lanjut, Din mengatakan, walaupun jasa umat Islam besar dalam penegakan negara Pancasila umat Islam tidak perlu menuntut hak untuk diistimewakan dalam kehidupan kebangsaan. Akan tetapi pada saat yang sama umat Islam perlu bangkit menolak perlakuan tidak adil dalam kehidupan bersama, seperti adanya kelompok yang menguasai ekonomi dan politik sendiri dengan meminggirkan kelompok lain.
"Jika itu terjadi maka itulah awal dari runtuhnya negara bangsa yang bermotto Bhineka Tunggal Ika. Hal ini meniscayakan adanya pemimpin Indonesia yang mengamalkan prinsip kepemimpinan hikmah dalam Pancasila, yaitu kepemimpinan yang arif bijaksana yang berada di atas dan untuk semua golongan," kata Din menegaskan.
(als)
Post a Comment