Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo Bantah Bersahabat dengan Ferdy Sambo

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Irjen Pol Ferdy Sambo (kanan). (foto: tribunnews.com)

JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membantah anggapan memiliki hubungan persahabatan dengan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. Jenderal Sigit menegaskan dirinya bukan sahabat Ferdy Sambo.

Jenderal Sigit menyebut hubungannya dengan Ferdy Sambo hanya sebatas pekerjaan atau atasan dan bawahan.

Jenderal Sigit mengakui selama ini Irjen Ferdy Sambo kerap mendampinginya saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Ferdy Sambo juga sering terlihat bersama Kapolri saat menghadiri berbagai acara atau kegiatan. Namun Jenderal Sigit kembali menegaskan, hal itu semata-mata karena tuntutan pekerjaan.

"Kami bukan sahabat. Kepala Divisi Propam memang selalu mendampingi Kapolri dalam menjalankan tugas, termasuk saat kunjungan ke berbagai tempat,” ujar Listyo kepada awak media, Rabu (17/8/2022).

Mantan Kabareskrim ini menjelaskan sebagai Kadiv Propam Polri, salah satu tugas Ferdy Sambo adalah mendampingi Kapolri. Menurut Jenderal Sigit, tugas itu tidak hanya berlaku untuknya, melainkan juga Kapolri sebelumnya, yakni Jenderal Pol Idham Aziz.  

"Ini juga berlaku di era Pak Idham Azis. Kami sebatas pimpinan dan anak buah," kata Jenderal Sigit.

Sebelumnya muncul anggapan Irjen Ferdy Sambo mempunyai hubungan dekat dengan Kapolri. Bukan hanya Jenderal Sigit, melainkan juga Kapolri sebelumnya, Jenderal Idham Aziz. Anggapan ini lantaran pangkat dan jabatan Ferdy Sambo naik dalam waktu singkat. Moncernya karier Ferdy Sambo dikabarkan karena dekat dengan tiga Kapolri, mulai dari Tito Karnavian, Idham Aziz, dan Listyo Sigit Prabowo.

Berdasarkan pemberitaan Majalah Tempo, belum lama ini, orang dekat Sambo yang tidak ingin disebut namanya bercerita bahwa jenderal bintang dua itu kerap sowan ke para mantan Kapolri. Karier Ferdy Sambo menanjak sejak dekat dengan Tito Karnavian, dan makin terlihat dekat dengan petinggi Polri lainnya ketika Mabes Polri membentuk Satuan Tugas Merah Putih yang berisi perwira-perwira reserse pilihan.

Di sisi lain, Kapolri menanggapi tingginya harapan masyarakat pada waktu menutup kegiatan Pendidikan Sespimti Polri Dikreg Ke-30, Sespimen Polri Dikreg Ke-61, dan Sespimma Polri angkatan ke-66 di Lembang, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021). Ia menyampaikan pidato yang fenomenal.

Jenderal Sigit berpesan kepada jajarannya untuk menjadi pemimpin yang mengayomi dan melayani bagi warga dan anggotanya. Dalam menjalankan tugas, tidak boleh mudah terpancing emosi, turun langsung ke lapangan, dan mampu menjadi teladan bagi semua pihak.

Saat itu, pidato Jenderal Sigit pun viral yang mengutip peribahasa Ikan Busuk Mulai dari Kepala, dengan kata lain segala permasalahan internal di kepolisian dapat terjadi karena pimpinannya bermasalah atau tidak mampu menjadi teladan bagi jajarannya.

Jenderal Sigit berkomitmen memberikan penghargaan bagi personel yang menjalankan tugas dengan baik dan bekerja keras melayani masyarakat. Namun, sebaliknya, akan memberikan sanksi tegas kepada personel yang tidak menjalankan tugas dengan baik atau melanggar aturan yang ada. Bahkan, tidak ragu menindak tegas pimpinan yang tidak mampu menjadi teladan bagi jajarannya.

"Terhadap anggota yang melakukan kesalahan dan berdampak pada organisasi maka jangan ragu melakukan tindakan. Kalau tak mampu membersihkan ekor, kepalanya akan saya potong," ujar Jenderal Sigit kala itu.

Jenderal Sigit akhirnya menonaktifkan Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan pada Senin (18/72022). Langkah itu untuk memuluskan penyidikan kematian ajudan Ferdy Sambo, Brigadir J, di rumah dinas di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Untuk menjaga objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyidikan yang berjalan,” ujarnya.

Kemudian Kapolri resmi mencobot Ferdy Sambo dari jabatannya berdasarkan Surat Telegram Nomor: ST/1628/VII/KEP./2022 tanggal 2 Agustus 2022. Ferdy Sambo dimutasikan sebagai perwira tinggi di Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Pada 9 Agustus 2022, Ferdy Sambo bersama tiga orang lainnya, yaitu Bharada E, Bripka RR, dan KM, ditetapkan menjadi tersangka pembunuhan Brigadir J.

Masalah besar Polri

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, seperti dilansir Antara, Selasa (16/8/2022), menyebutkan bahwa skandal kasus pembunuhan Brigadir J dengan tersangka utama Ferdy Sambo memperlihatkan adanya masalah besar di tubuh Polri. Diibaratkan pula bahwa Polri sedang dilanda gempa dahsyat.

Masalah ini karena ada aturan yang tidak dijalankan dengan benar, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri yang baru ditandatangani Kapolri pada tanggal 16 Maret 2022 lalu. Tertuang pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 9.

Selain menunjukkan pengawasan internal, menurut Bambang, juga tidak akan pernah bisa maksimal. Apalagi, yang terlibat dalam kasus ini adalah pengawas internal Polri sendiri, yakni Kadiv Propam beserta jajarannya.

Kasus ini juga menjadi bukti bahwa pelanggaran di internal Polri tidak bisa lagi dengan dalih perilaku oknum, tetapi kelompok yang terstruktur, sistematis dan masif di internal Polri. Masif mengingat sampai saat ini ada 63 personel yang diperiksa dan 35 di antaranya sudah ditemukan bukti pelanggaran etik yang bisa mengarah pada pelanggaran pidana.

Terstruktur karena para personel yang melanggar terdiri lintas satuan dari berbagai struktur di Polri. Sistematis karena ada upaya melakukan rekayasa menutupi kasus pembunuhan ini tentu tidak tiba-tiba dan dalih sudah melaksanakan SOP sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Catatan Bambang, sedikitnya ada empat aturan yang dilanggar dari kejadian ini, yakni Perkap Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Personel. Belum ada atasan langsung pemberi rekomendasi terkait dengan senpi untuk menembak Brigadir J yang diperiksa.

Pelanggaran terkait dengan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian menyangkut penggunaan senjata api, olah TKP dsb.

Berikutnya, Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri yang telah ditetapkan pada tanggal 14 Juni 2022 dan diundangkan pada tanggal 15 Juni 2022 yang dilanggar penegak aturan internal, yakni Kadiv Propam Polri sendiri.

Bambang pun melihat keterhubungan antara peraturan dan implementasi di lapangan menunjukkan ada indikasi Kapolri tidak mampu melaksanakan peraturannya sendiri.

Tidak bisa melakukan pengawasan melekat (waskat) secara maksimal dengan memberi arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, danmonev (monitoring evaluasi) kepada jajarannya sehingga terjadi pelanggaran pidana berat yang melibatkan bukan orang per orang tetapi banyak orang.

Problem untuk mengembalikan kepercayaan publik ini tentunya sangat berat bila dibebankan pada internal Polri saja. Ini membutuhkan dukungan kekuatan eksternal untuk memulihkannya. Dukungan eksternal saat ini adalah langkah-langkah politis Presiden RI untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada Polri.

Kapolri saat ini, kata Bambang, memang harus menuntaskan kasus ini seperti arahan Presiden RI tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian. Selain itu, juga harus cepat karena berkejaran dengan menurunnya kepercayaan masyarakat.


(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.