Jokowi: Rencana Ubah Harga Pertalite Jangan Turunkan Daya Beli Rakyat

Presiden RI Joko Widodo (foto: setkab.go.id)

JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo  mengatakan, perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) pertalite akan diputuskan secara hati-hati. Ini agar tidak menurunkan daya beli rakyat dan tak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

Seusai menghadiri acara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (23/8/2022), Presiden Joko Widodo mengatakan, skema perubahan harga pertalite menyangkut hajat hidup banyak orang sehingga akan dikalkulasi dan diputuskan dengan sangat hati-hati.

"Semuanya harus diputuskan dengan hati-hati, dikalkulasi dampaknya. Jangan sampai dampaknya menurunkan daya beli rakyat, menurunkan konsumsi rumah tangga," kata Jokowi, sapaan akrab Presiden Joko Widodo, seperti dikutip dari Antara, Selasa (23/8/2022).

Jokowi mengatakan, pemerintah juga akan memitigasi dampak dari perubahan harga pertalite terhadap laju inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia telah mencatat inflasi tahunan hingga 4,94 persen (year on year/yoy) pada Juli 2022 atau yang tertinggi sejak Oktober 2015. Namun, di kuartal II 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia berhasil mencatat tren positif di 5,44 persen (yoy).

Jokowi memastikan telah memerintahkan jajarannya untuk menghitung secara cermat dan akurat terkait rencana perubahan harga pertalite, sebelum pengambilan keputusan. "Semuanya saya suruh menghitung betul, hitung betul, sebelum diputuskan," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah sedang menyusun skema penyesuaian harga untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi BBM di APBN.

Luhut menegaskan keputusan akhir atas rencana penyesuaian harga BBM berada di Presiden Jokowi.

"Pemerintah masih menghitung skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampak terhadap masyarakat," kata Luhut, Minggu (21/8/2022), seraya menambahkan pemerintah pun tengah melakukan simulasi skenario pembatasan volume.

Luhut memastikan pemerintah akan berhitung dengan sangat hati-hati. Sebab, perubahan kebijakan subsidi dan kompensasi energi perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti tingkat inflasi, kondisi fiskal, dan juga pemulihan ekonomi.

 

(dpy)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.