Ade Armando: Banyak Siswi dan PNS Tertekan Dipaksa Berjilbab
![]() |
Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), Ade Armando. (foto: riau24.com) |
JAKARTA -- Human Rights Watch Indonesia 2022 belum
lama ini melaporkan, saat ini aturan berjilbab setidaknya ada di 24
provinsi di Indonesia. Kewajiban ini diberlakukan di sekolah negeri,
sejak SD sampai SMA, serta di lembaga-lembaga pemerintahan.
“Laporan
tersebut menunjukkan tidak sedikit warga yang merasa tertekan,
terteror, dan trauma karena dipaksa memakai jilbab,” kata Ketua
Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), Ade Armando, kepada para awak
media, Kamis (4/8/2022).
Ade lantas meminta Menteri Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Menteri Dalam Negeri; pemerintah
daerah, dan dinas pendidikan membatalkan aturan mewajibkan penggunaan
jilbab bagi sekolah negeri di Indonesia. Hal ini sebagai upaya
memastikan perlindungan bagi seluruh siswi di sekolah negeri dan pegawai
negeri sipil (PNS) agar tidak dipaksa memakai jilbab dengan alasan
apapun.
“PIS percaya setiap siswi berhak memakai seragam sekolah
yang dikehendakinya, selama tetap menjaga kesopanan dan sesuai dengan
aturan yang berlaku. PIS juga percaya tidak boleh ada pemaksaan jilbab
bagi para PNS,” jelas Ade.
Apabila pemaksaan pemakaian jilbab
menjadi beban bagi pengguna, lanjut Ade, maka yang terjadi adalah
pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena itu, PIS mendesak Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Menteri Dalam Negeri; dan
Menteri Agama bersama-sama melahirkan keputusan baru pengganti Surat
Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang pernah diterbitkan pada Februari
2021.
SKB yang ditujukan untuk melindungi siswi di sekolah negeri
dari pemaksaan pemakaian jilbab itu memang ditolak Mahkamah Agung (MA)
pada Mei 2021. Namun dengan semakin banyaknya korban pemaksaan jilbab
berjatuhan, sudah saatnya pemerintah melakukan langkah-langkah lanjutan
guna melindungi siswi di sekolah negeri.
Demikian pula, PIS
mendesak Kementerian Dalam Negeri membatalkan berbagai keputusan daerah
yang memuat pemaksaan berjilbab. Kementerian Dalam Negeri, Ade
mengingatkan, berhak membatalkan keputusan daerah yang bertentangan
dengan undang-undang nasional dan konstitusi. “Berjilbab atau tidak
berjilbab adalah pilihan yang harus dihormati dan dilindungi,” tegas dosen di Universitas Indonesia (UI) itu.
(als)
Post a Comment